Lagi, Lagi, dan Lagi! Mengapa Anak-Anak Senang Repetisi?

Noor H. Dee
www.noorhdee.com
(sumber: Getty Images/FatCamera)
Anak-anak tidak pernah bosan menonton film Zootopia berkali-kali, tidak pernah jenuh membaca buku seri Nabil dan Naura berulang kali, dan tidak pernah jemu mendengarkan lagu yang itu-itu saja dari waktu ke waktu.

Kenapa bisa begitu? Karena, anak-anak senang repetisi. Mereka senang melakukan hal yang sama secara berulang-ulang.

Mengapa anak-anak senang repetisi? Karena, repetisi atau pengulangan membuat mereka bisa melakukan prediksi atas apa yang akan terjadi nanti.

Anak-anak jadi bisa menebak apa yang nanti akan dilakukan oleh Judi Hopps, Nabil dan Naura, dan tokoh-tokoh cerita yang sudah mereka tonton atau baca berulang-ulang.

Anak-anak menyenangi segala hal yang sudah bisa mereka prediksi.

Itu sebabnya, salah satu hal yang diunggulkan dalam buku anak (khususnya picture books) adalah repetisi.

Buku-buku picture books yang terkenal pasti memiliki unsur repetisi di dalamnya. Tokoh-tokoh ceritanya melakukan aksi yang sama secara berulang-ulang sampai akhirnya mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Anak-anak menyukai cerita-cerita semacam itu.

Selain itu, repetisi atau pengulangan ternyata adalah cara anak-anak untuk mempelajari sesuatu.

Repetisi membuat mereka mudah mengingat informasi yang telah mereka dapat sebelumnya. Semakin sering mereka membaca buku yang sama secara berulang-ulang, kecerdasan bahasa mereka semakin terasah.

Repetisi adalah cara mereka untuk menjadi seorang master atas segala sesuatu.

Jadi, ketika anak-anak kita minta dibacakan buku yang sama berulang-ulang, atau ingin menonton film kartun yang sama berkali-kali, alangkah baiknya kita jangan berkata, "Emang kamu enggak bosen apa? Cerita atau film yang lain saja, ya?"

Sebab, repetisi atau pengulangan adalah jalan bagi seorang anak untuk memahami dunia.[]

Buku Anak Berwarna Hitam-Putih? Kenapa Tidak?

Noor H. Dee

Sebelum menerbitkan kembali dua buku anak legendaris karangan Pak Raden, Seribu Kucing untuk Kakek dan Pedagang Peci Kecurian, kami (saya dan Mbak Suhindrati Shinta) diberitahu bahwa almarhum Pak Raden ingin ilustrasi di dalam bukunya tetap berwarna hitam-putih. Tidak usah diberi warna lain. Saat itu kami langsung setuju—meskipun kami belum tahu apakah anak-anak akan menyukainya atau tidak.

Singkat cerita, kedua buku itu pun terbit. Karena masih penasaran ingin tahu reaksi anak-anak seperti apa, saya langsung memberikan kedua buku itu kepada Najma, anak saya yang berusia lima tahun. Reaksi pertama dia adalah senang bukan main. Reaksi kedua dia adalah langsung minta dibacakan. Reaksi ketiga dia adalah terhibur dengan cerita dan gambar yang ada di dalam kedua buku tersebut. Dia sama sekali tidak protes, “Mengapa gambarnya tidak berwarna? Mengapa hanya hitam-putih?” Sama sekali tidak.

Beberapa hari kemudian saya bertanya kepada beberapa teman yang juga sudah membacakan buku Pak Raden kepada anak dan keponakan mereka, “Apakah anak-anak mempermasalahkan bukunya yang cuma berwarna hitam-putih?”  Mereka menjawab tidak.

Dari riset kecil-kecilan itulah akhirnya saya beranggapan bahwa keputusan Pak Raden untuk tetap mempertahankan gaya hitam-putih di buku-bukunya tidaklah keliru. Anak-anak sama sekali tidak mempersoalkan masalah warna. Mereka hanya fokus terhadap isi cerita dan masih tetap terhibur meskipun gambar-gambarnya berwarna hitam-putih.

Pak Raden tentu bukan orang sembarangan. Beliau adalah seorang seniman serba bisa: pendongeng, penggambar, dalang, pelukis, penulis, dan lain sebagainya. Ketika beliau memutuskan untuk tidak memberikan warna selain hitam-putih untuk buku Seribu Kucing untuk Kakek dan Pedagang Peci Kecurian, tentu ada alasannya.

Lagi pula, Pak Raden bukanlah satu-satunya seniman yang menggunakan gaya hitam-putih untuk buku-buku anaknya. Beberapa pemenang Coldecott pun ada yang seperti itu, salah satunya adalah buku The Invention of Hugo Cabret karya Brian Selznick, yang memenangkan Coldecott Medal pada 2008.

Jadi, meskipun warna-warna cerah selalu dijadikan andalan untuk menarik minat anak-anak, buku-buku anak yang bergaya hitam-putih pun masih bisa diandalkan dan masih sangat digemari oleh para pembaca pemula.[]

Coprights @ 2017, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates