Nabil & Naura: Studi Kasus Penokohan dalam Cerita Anak

Noor H. Dee

Pada suatu hari, saya diminta oleh Mbak Pangestuningsih (CEO Noura Books) untuk membuat buku anak yang berkenaan dengan kata-kata terima kasih, maaf, tolong, dan lain semacamnya. Alasannya, buku semacam itu belum ada di pasaran. Kalaupun ada, kami belum pernah menemukannya. Kalaupun pernah, kami tidak mengingatnya. Sebagai penanggung jawab lini anak di Penerbit Noura Books, tentu saja permintaan tersebut saya sanggupi.

Hal pertama yang saya pikirkan sebelum menulis naskah tersebut adalah tentang penokohan. Saya harus punya tokoh ceritanya dulu. Setelah bertahun-tahun bergelut di dunia fiksi, saya menyadari betul bahwa penokohan adalah salah satu hal terpenting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tidak ada tokoh, demikian Fulan berkata, maka tidak akan ada cerita.

Saya bisa saja langsung menulis cerita dengan tema seperti itu tanpa terlebih dahulu memusingkan siapa tokoh utamanya. Hal itu tentu tidaklah sulit bagi saya. Namun, saya tidak mau. Cerita tanpa tokoh adalah cerita yang tidak berkesan dan mudah dilupakan. Saya tidak ingin membuat cerita yang tidak berkesan dan mudah dilupakan.

Itu sebabnya, setelah menyanggupi permintaan tersebut, ketika sedang berada di atas motor sepulang bekerja, saya terus-menerus berpikir: seperti apakah tokoh utama yang akan berada di dalam cerita ini nanti?

Tokoh utama cerita adalah manusia

Begitulah yang tebersit dalam benak saya. Tokoh dalam cerita ini haruslah manusia, bukan hewan, tumbuhan, atau makhluk lainnya, apalagi monster. Sekali lagi, harus manusia. Titik.

Alasannya adalah karena saya beranggapan bahwa di Indonesia, tokoh yang berasal dari jenis manusia lebih gampang diterima oleh masyarakat. Unyil, Upin-Ipin, Boboiboy, Dodo & Syamil, misalnya, adalah tokoh yang berasal dari jenis manusia. Di luar negeri, kita tahu ada tokoh-tokoh non-manusia seperti Mickey Mouse, Barney, Peter Rabit, Tom & Jerry, Bugs Bunny, dan lain sebagainya, yang bisa dibilang sukses dan dicintai anak-anak. Namun, sejauh ini kami belum melihat ada karakter lokal non-manusia yang cukup berhasil di pasaran. Mungkin kita pernah mengenal Komo, tetapi bukankah anak-anak kita sudah tidak ada lagi yang mengenalnya? Tidak seperti Unyil yang mampu bertahan sampai sekarang. Tentu saja karakter non-manusia bisa saja berhasil di Indonesia, tetapi itu membutuhkan upaya yang lebih keras lagi.

Selain itu, saya juga berpikir begini, tema-tema cerita yang akan kami garap nanti adalah tema-tema yang diharapkan akan mampu memberikan nilai-nilai kebaikan kepada si anak. Para orangtua di Indonesia tentu lebih senang memberikan contoh-contoh kebaikan kepada anaknya dari tokoh cerita yang berasal dari jenis manusia sebagai profil teladan yang lebih riil, ketimbang dari tokoh cerita yang berasal dari jenis hewan reptil atau umbi-umbian, misalnya.

Tokoh utama cerita adalah anak-anak

Ya, karena ini adalah buku anak, tokoh ceritanya kalau bisa juga harus berasal dari kalangan anak-anak. Alasannya adalah agar si tokoh cerita memiliki keterkaitan dengan si anak. Dengan adanya keterkaitan tersebut, diharapkan tokoh cerita itu akan lebih mudah disukai dan dicintai oleh anak-anak. Bukankah anak-anak lebih senang bermain dengan teman sebayanya?

Tokoh utama cerita adalah adik-kakak

Sebenarnya bisa saja tokoh ceritanya tidak usah adik-kakak, tetapi saya pikir formula adik-kakak dalam cerita anak-anak di Indonesia selalu berhasil. Sebagai contoh, Sali & Saliha, Hafiz & Hafiza, Syamil & Nadia, dan lain semacamnya. Tokoh cerita dengan formula adik-kakak ini kelebihannya adalah bisa menyasar pembaca anak laki-laki maupun anak perempuan sekaligus. Dengan alasan itulah akhirnya kami memutuskan untuk menciptakan tokoh adik-kakak.

Tokoh utama cerita memiliki karakter yang menonjol

Tokoh yang berkarakter adalah tokoh yang akan selalu diingat. Itulah yang saya pikirkan kemudian setelah saya sudah memutuskan untuk memilih tokoh cerita dari jenis manusia dan kalangan anak-anak. Tokoh cerita ini nanti karakternya seperti apa? Apakah dia adalah anak yang manis atau pecicilan? Seperti apakah karakter yang akan selalu diingat itu?

Tokoh yang terlalu sempurna adalah tokoh yang membosankan. Begitulah yang saya yakini selama bertahun-tahun. Itu sebabnya, dalam film Syamil dan Dodo, karakter Dodo yang memiliki kekurangan lebih kuat ketimbang Syamil, misalnya, meskipun Syamil adalah tokoh utamanya.

Atas dasar pemahaman seperti itulah akhirnya saya membayangkan tokoh ceritanya seperti ini: dia adalah anak perempuan berusia 3 tahun, aktif, pecicilan, cenderung agak sembrono, lucu, dan ingin banyak tahu. Kakaknya adalah anak laki-laki berusia 5 tahun, pendiam, tipe pemikir, dan cenderung lebih tenang. Di sini saya hanya ingin melanggar steriotip yang menganggap bahwa anak perempuan harus manis dan anak lelaki harus aktif. Saya ingin membalik steriotip itu.

Tokoh utama cerita harus memiliki nama

Seberapa pentingkah sebuah nama untuk tokoh cerita dalam buku anak? Penting banget! Itu sebabnya, setelah tahu karakter tokohnya seperti apa, hal selanjutnya yang saya pikirkan adalah nama. Namanya siapa? Istri saya mengusulkan sebuah nama: Naura. Hmm. Menarik juga. Sekilas mirip dengan nama Noura Books. Nama kakaknya siapa? Saya mengusulkan: Naufal. Sepertinya penyebutan Naura & Naufal lumayan asyik didengar. Namun, setelah berdiskusi dengan teman-teman di kantor, akhirnya nama Naufal diganti menjadi Nabil. Alasannya sederhana, Nabil lebih mudah diucapkan ketimbang Naufal. Benar juga.

Akhirnya, tokoh cerita kami pun memiliki nama: Nabil dan Naura. Horeee!

Namun, tentu saja penokohan belum selesai sampai di situ. Masih ada satu hal lagi yang harus dipikirkan, yaitu ….

Tokoh cerita ini penampilannya seperti apa?

Jujur saja, gambaran penampilan Naura di benak saya sudah tergambar jelas: rambut poninya harus keluar-keluar dari kerudungnya. Alasannya adalah Naura itu tipe anak perempuan yang pecicilan. Anak perempuan yang pecicilan, jika dia berkerudung, sudah pasti rambut poninya keluar-keluar begitu. Jarang saya melihat anak perempuan yang pecicilan kerudungnya rapi jali. Iya, kan?

Dan, seperti yang kita tahu bersama, beginilah hasilnya:

*Gambar Nabil dan Naura pertama kali dibuat oleh Iput dengan arahan dari Penerbit Noura Books.
Dan, berikut adalah judul-judul buku dari seri Nabil-Naura:

Kira-kira seperti itulah proses “kelahiran” Nabil & Naura. Mereka adalah anak-anak yang menyenangkan, bukan?[]

Noor H. Dee / Editor & Penulis

Saya adalah seseorang yang mungkin pernah kamu temui di pinggir jalan, atau di stasiun kereta api, atau di dalam lift yang bergerak turun, atau di tengah kemacetan ibu kota, atau di mana saja, yang kemudian kamu lupakan begitu saja.

1 komentar:

Coprights @ 2017, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates