|
Menulis cerita dengan formula? Ya. Memangnya setiap cerita memiliki formula? Tentu saja. Fungsi formula itu untuk apa? Untuk memudahkan seseorang dalam menulis cerita. Apakah formula itu bisa dipelajari? Yep. Sulitkah? Tidak juga. Bagaimana caranya? Nanti akan dijelaskan. Mengapa harus nanti kalau bisa sekarang? Baiklah, sekarang akan dijelaskan.
FORMULA 1: Formula Karakterisasi
Tokoh utama harus anak-anak, jangan orang dewasa. Dia boleh seorang manusia, atau hewan, atau tumbuhan, atau robot, atau monster, atau siapa pun. Pokoknya anak-anak. (Sebenarnya bisa saja sih tokoh utamanya orang dewasa, tapi tokoh utama anak-anak akan memiliki keterkaitan dengan pembaca yang juga seorang anak-anak).Tokoh utama harus memiliki kekurangan. Entah itu fisik, materi, sifat, sikap, dan lain semacamnya. Pokoknya memiliki kekurangan. Seperti Nemo yang siripnya besar sebelah atau Arlo yang keempat kakinya sangat lemah. (Sebenarnya bisa saja sih tokoh utamanya tidak perlu memiliki kekurangan, tapi tokoh utama yang memiliki kekurangan akan membuat cerita menjadi sedikit rumit dan seru).
Tokoh utama harus memiliki nama. Kalau bisa namanya hanya memiliki 1 atau 2 suku kata. Tujuannya agar mudah diucapkan dan diingat oleh anak. (Sebenarnya bisa saja sih tokoh utamanya tidak perlu memiliki nama, tapi tokoh utama yang memiliki nama biasanya lebih abadi ketimbang tokoh utama yang anonim).
Demikianlah formula untuk pembuatan karakter atau tokoh utama untuk cerita kita. Simpan formula ini baik-baik. Jangan sampai hilang. Kamu boleh memberikan formula ini kepada siapa saja secara cuma-cuma. Sekarang kita akan membahas formula selanjutnya.
FORMULA 2: Pembagian Cerita
Kalau kita perhatikan secara saksama, sebenarnya setiap karya sastra pasti memiliki beberapa pembagian cerita, atau lebih sering disebut sebagai struktur cerita. Dalam picture books pun demikian. Biasanya, pembagian ceritanya seperti ini:Bagian Pertama: Pengenalan Karakter
Pada bagian ini kita mengenalkan karakter atau tokoh utama dalam cerita kita. Mulai dari namanya beserta kekurangannya. Misalnya: tokoh cerita kita adalah seekor semut merah bernama Mora. Kekurangannya ia memiliki sifat yang pemarah.
Bagian Kedua: Penguatan Karakter
Jika pada bagian pertama bentuknya hanya perkenalan, pada bagian ini kita tunjukkan lagi gambaran kekurangan tokoh kita. Misalnya: Kita gambarkan pemarahnya Mora itu seperti apa.
Bagian Ketiga: Pengenalan Konflik
Pada bagian ini baru deh kita mengenalkan konflik yang akan dialami oleh tokoh utama kita. Misalnya: Gara-gara sifatnya yang pemarah, akhirnya Mora dijauhi teman-temannya.
Bagian Keempat: Mengatasi Konflik
Pada bagian ini tokoh utama kita mulai berusaha mengatasi konflik atau masalah yang dia alami. Misalnya: Mora mencoba main sendirian tanpa perlu bermain bersama teman-temannya.
Bagian Kelima: Tokoh Utama Mengalami Pencerahan
Pada bagian ini tokoh utama mulai mendapatkan pencerahan dan mendapatkan kesadaran atas apa yang sudah dia perbuat. Misalnya: Ternyata Mora baru tahu bahwa bermain bersama itu lebih menyenangkan ketimbang bermain sendiri.
Bagian Keenam: Penyelesaian Masalah
Pada bagian ini tokoh utama mencoba mencari cara untuk menyelesaikan masalah, dan itu artinya cerita sudah hampir berakhir. Karena ini adalah buku anak, ending atau akhir cerita harus berakhir bahagia dan menyenangkan.
Selesai.
Oke. Formula kedua sudah lengkap tersampaikan. Jika kamu merasa formula ini enggak cocok, kamu bisa mencari formula yang lain yang sekiranya cocok dengan kamu. Atau, kamu punya formula tersendiri? Jika punya, maukah kamu berbagi? Kira-kira sekian dulu formula ini saya tulis. Semoga bisa memberikan manfaat.
Di bawah ini saya sertakan cerita anak hasil karya saya sendiri dengan menggunakan formula di atas. Saya menambahkan unsur repetisi dan rima, hanya untuk pencapaian estetika. Kalau sekiranya cerita saya ini kurang menarik, kalian boleh memberikan kritik.
Selamat membaca.
Mora Si Pemarah
(Halaman 1-2)
Mora adalah semut yang pemarah.
Tubuhnya kecil dan berwarna merah.
Jika sedang marah Mora selalu menggigit.
Tentu saja rasanya sakit.
(Halaman 3-4)
Mora menggigit Lebi si lebah.
Mora menggigit Gajo si Gajah.
Mora menggigit Lili si Lalat.
Mora menggigit Ulin si Ulat.
(Halaman 5-6)
Akhirnya Mora dijauhi teman-temannya.
Tidak ada lagi yang ingin bermain dengannya.
“Kami tidak ingin bermain denganmu lagi,” ujar Lebi, Gajo, Ulin, dan Lili.
Mereka pergi meninggalkan Mora seorang diri.
(Halaman 7-8)
“Huh! Aku juga bisa main sendiri, kok!” ujar Mora marah.
Mora pun pulang dan wajahnya terlihat semakin merah.
(Halaman 9-10)
Sesampainya di rumah, Mora mencoba bermain sendiri.
“Enaknya main apa, ya?” tanya Mora dalam hati.
(Halaman 11-12)
Mora mencoba bermain bola.
Ah, tidak seru kalau tidak bermain bersama.
(Halaman 13-14)
Mora bermain masak-masakan,
Uh, tidak enak bermain sendirian.
(Halaman 15-16)
Lalu Mora melihat ke luar jendela.
Terlihat Lebi, Gajo, Ulin, dan Lili sedang bermain dan tertawa.
Mora menyesal dulu sering marah-marah.
Mulai sekarang Mora ingin berubah.
(Halaman 17-18)
Mora keluar rumah dan menghampiri teman-temannya.
“Teman-teman, aku minta maaf, ya,” ujar Mora.
Lebi, Gajo, Ulin, dan Lili tidak percaya.
“Apa betul kamu tidak akan gigit kami lagi?” tanya mereka.
(Halaman 19-20)
Mora mengangguk, “Iya, aku janji.”
Setelah itu, mereka bersalaman dan bermain bersama lagi.
TAMAT